Rabu, 22 Juni 2016

Workshop Penyusunan Rencana Pembelajaran Kurikulum 2013 untuk PAUD #Implementasi PCP


Untuk menerapkan implementasi dari Pelatihan Calon Pelatih, maka Bunda Irul yang mewakili PAUD Amanah Bunda dalam acara yang diselenggarakan oleh Himpaudi Kab. Malang harus juga mengimbas hasil dari acara tersebut.
Dan pada hari Rabu, tanggal 22 Juni 2016, BPTKI (Badan Pembina TK Islam ) Kec. Lawang menyelenggarakan workshop penyusunan rencana pembelajaran kurikulum 2013 bertempat di aula MIT Ar Roihan Jl. Mayor Abdullah Lawang-Malang.
Meskipun dalam keadaan pusa Ramadhan, peserta yang berjumlah 27 orang dari berbagai PAUD (KB-TK) di Kec. Lawang dan Kec. Singosari itu tetap merespon dengan antusias.
Acara workshop berlangsung dari pkl. 08.30 dan berakhir hingga pkl. 12.00 WIB.
"Sangat bagus dan saya suka langsung praktek tanpa banyak teori di awal, sehingga penyusunan pembelajaran K13 sepertinya mudah dan aplikatif," demikian komentar seorang guru dari TK Al Ihsan, Sumber Porong.
Sementara itu, Bunda Irul sendiri masi akan terus mengimbas apa yang sudah diperolehnya dari PCP untuk kebaikan semua PAUD khususnya di Lawang dan sekitarnya.












Selasa, 07 Juni 2016

Hentikan Kebohongan #WiseParenting


Kejujuran adalah modal utama dalam hidup, demikian pepatah berkata. Jika kita bekali anak dengan kejujuran, maka kita sudah menambahkan satu lagi modal yang akan digunakannya untuk mengarungi kehidupan. Untuk itulah kebohongan sudah mulai dihentikan sedari dini, ketika mereka sudah mencoba untuk bisa memanipulasi keadaan dan mulai bisa berpikir untuk mengemas ucapan.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa usia 2-4 tahun anak biasanya belum bisa membedakan hayalan dan kenyataan. Mereka sering melebih-lebihkan ucapannya dan itu sebagai bentuk perkembangan imajinasi yang wajar. Mereka juga mengatakan ssesuatu yang bukan sebenarnya untuk lebih dapat diterima keberadaannya dalam lingkungan sosial, misalnya dalam kelompok bermain dengan teman-temannya sebaya. Misalnya dengan mengatakan, Aku kemarin pergi ke kutub memeluk beruang salju.
Sementara itu seiring bertambahnya usia, anak-anak semakin pintar untuk belajar dari lingkungan, media, dan juga dari orang-orang terdekatnya. Anak-anak melakukan itu untuk berbagai macam alasan. Terutama untuk mengelak dari kesalahan dan agar selamat dari hukuman.
Dan inilah bentuk-bentuk kebohongan yang seringkali ditemukan pada anak:
Penyangkalan sederhana
Misalnya : anak mengaku sudah minum susu padahal belum. Anak mengaku sudah mandi padahal belum mandi. Untuk kasus seperti itu  hendaknya kita mengecek betul apakah mereka sudah minum susu atau betul, karena bisa diketahui dengan pasti. Dan bila mereka berbohong, tersenyumlah dan bercandalah dengan mereka supaya tidak ada perasaan yang menekan bagi anak. Misalkan, Ibu mencium susu yang tumpah. Atau, Aduh, bau badan siapa yang tidak enak ini? Dan cobalah untuk mengoreksi keterangan anak-anak supaya mereka mengakui kebohongannya. Karena di situlah dia akan berkata sebenarnya.
2.   Mengurangi atau melebihkan cerita
Misalnya: anak menceritakan kehebatan ayah temannya secara berlebihan, Ayahnya Rudi bisa membuat robot sebesar rumah dan robot itu bisa bicara. Padahal, ibu gurunya hanya membuat robot-robotan dan yang berbicara adalah gurunya. Coba koreksi lagi perkataannya, dan katakan, Coba sih, ibu akan menelepon ayahnya Rudi. Kemudian usahakan dia mau mengakui bahwa dia hanya melebih-lebihkan ucapannya.
3.   Terlihat lebih hebat
Misalnya: anak bercerita kepada temannya bahwa ia sudah sering naik pesawat terbang ke luar negeri padahal ia belum pernah melakukannya. Jika kita sendiri yang mendengar hal tersebut, katakan saja bahwa suatu saat mudah-mudahan kita bisa naik pesawat sekeluarga. Tapi anak harus bicara jujur pada temannya bahwa dia saat ini belum pernah melakukannya. Itu terdengar lebih terhormat dari pada berbohong.
4.   Membuat tuduhan palsu karena takut disalahkan
Misalnya: anak memecahkan gelas tetapi ia mengatakan bahwa yang memecahkan gelas itu adalah adiknya. Membuat tuduhan palsu adalah kebohongan yang amat serius karena bisa mengakibatkan orang lain tertuduh dan terhukum. Untuk itu bicaralah dengan tegas bahwa kesalahan yang kita perbuat harus kita pertanggungjawabkan juga. Bantulah untuk sering berempati pada orang lain, atau merasakan berada di pihak tertuduh. Sebab melempar kesalahan juga berarti melempar tanggung jawab, sehingga perbuatan ini harus dianggap serius untuk ditindaklanjuti.
3.   Merasa Tidak Punya Pilihan
Pada pola asuh yang kontrolnya terlalu dominan kuat atau orangtua otoriter, anak selalu berpikir kesalahan adalah sesuatu yang tidak terampuni. Ketika melakukan kesalahan, anak pun menjadi selalu dibayangi ketakutan akan risiko kesalahan dan hukuman. Jika ini yang terjadi, maka kita yang patut instrospeksi diri, jangan-jangan kebohongan anak selama ini karena kita yang sendiri yang menciptakannya.
4.   Tidak Ingin Kecewa
Bila orangtua senantiasa menanamkan ekspektasi yang tinggi, anak bisa saja berbohong ketika bereaksi terhadap masalah semata-mata karena tak ingin orangtuanya kecewa. Maka tidaklah patut bagi kita untuk memaksa anak harus sesuai dengan keinginan dan harapan yang membebani mereka.
Jika ternyata anak terlalu sering berbohong, maka harus diambil tindakan disiplin yang tegas dari orang tua. (Bab tentang disiplin akan dijelaskan pada bab berikutnya).
Meskipun kadang karena sudah terlatihnya berbohong kita kesulitan untuk mendeteksi kebenarannya. Tetapi ada yang menarik dari Development of lying to conceal a transgression:Childrens control of expressive behaviour during verbal deception, sebuah jurnal penelitian yang dilakukan Victoria T. and K. Lee dengan melakukan eksperimen pada anak usia 3-7 tahun dalam perilaku berbohong. Karena rupanya agak susah bagi orang dewasa untuk membedakan suatu kebohongan dari ekspresi wajah anak-anak, semuanya telihat innocent. Walaupun hasil gabungan penelitian berdasarkan usia anak menyatakan bahwa anakanak dibawah usia 8 tahun tidak sepenuhnya terampil untuk berbohong secara lisan maupun lewat ekspresinya.
Namun demikian, ada perlunya juga untuk mengenali lebih jauh tentang gesture (bahasa tubuh) yang biasanya dilakukan saat anak usia 5 ke atas berbohong, berikut ini adalah bahasa tubuh yang mengindikasikan kebohongan yang semoga salah satunya dapat mendekati kebenarannya.
1.  Tangan menutup mulut secara spontan, bagaimanapun juga, kebohongan merupakan sesuatu yang sebenarnya tidak diharapkan oleh anak yang sudah mampu berpikir jernih. Karenanya, meskipun berbohong acap kali dilakukan, upaya menutupinya biasa segera dilakukan. Dan gerakan spontan menutup mulut dengan kedua tangan adalah merupakan ekspresi yang paling mudah untuk menutupinya.
2.  Jari tangan menyentuh mulut sambil bicara, karena sesuatu alasan, kebohongan akhirnya terjadi dan dilakukan secara sadar. Agar hal tersebut tidak dikenali orang lain, maka gerakan spontan untuk menyamarkannya pun segera dilakukan. Seorang dewasa atau anak-anak akan bereaksi menyentuh mulutnya dengan jari tangan, setelah berita bohong sedang dituturkannya atau selesai diucapkan.
3.  Tangan menyentuh hidung, supaya segala pembicaraanya dipercaya orang lain atau guna mengelabui lawan bicaranya, agar tidak bisa mengenali reaksi mulut dan wajahnya yang telah berbohong, biasanya seseorang akan bereaksi menyentuh hidungnya sendiri manakala ia selesai berbicara.
4.  Usapan tangan pada mata, getaran-getaran halus konon akan bisa dirasakan seseorang yang tengah berbohong pada bagian-bagian organ tubuh tertentu. Semakin banyak kebohongan yang dituturkan, maka akan semakin keras juga getaran yang dirasakannya. Dan organ mata merupakan bagian yang paling peka yang akan bereaksi manakala kebohongan itu dituturkannya. Karenanya, usapan-usapan halus terkadang suka dilakukan oleh seseorang yang tengah berbohong itu.
5.  Pandangan mata melihat ke bawah, karena adanya semacam desakan penolakan dari perasaan batin yang sebenarnya lebih menghendaki berkata jujur, diantaranya ada yang bereaksi denga tidak mau secara langsung memandang lawan bicaranya dan memandang ke bawah.
6. Pandangan ke langit-langit, perasaan yang berkecamuk saat berbohong juga akan tidak mengenakkan. Dan jika dipaksakan biasanya akan bereaksi dengan lebih banyak menghindari pandangan mata orang yang bertanya pada anak. sehingga ekspresi yang dilakukan biasanya akan lebih suka memandang ke atas.
7. Pandangan ke sudut kiri, karena otak kanan berfungsi sebagai pembentuk imajinasi dan hayalan, maka anak yang berbohong kemungkinan melirik ke sudut sebelah kiri karena otaknya kanannya sedang bekerja dengan serius.
8. Sentuhan pada daun telinga, saat anak menyampaikan sesuatu atau menerima informasi sungguh-sungguh tentang sesuatu, daun telinga merupakan salah satu organ yang digambarkan dapat paling cepat bereaksi. Begitupun saat berbohong. Getaran dan perasaan seperti ada hawa panas yang menyengat, terkadang dapat terasa mengusiknya. Sehingga sebuah sentuhan atau gerakan halus terkadang mesti dilakukan oleh seseorang atau anak yang tengah berbohong.
9.   Menggaruk leher, disamping mata dan telinga yang seketika terasa gatal dan panas, saat mulut meluncurkan kalimat-kalimat bohong, bagian leher juga terkadang bereaksi yang sama. Terutama jika kalimat dustanya benar-benar ingin dipercayai oleh lawan bicaranya. Maka garukan tidak gatal pun spontan dilakukan oleh sebelah tangannya.
10. Menarik-narik kerah baju atau bagian baju lain, tingkah laku dan ekspresi tidak menentu, terkadang sering dilakukan oleh seseorang atau anak yang tengah berbohong. Entah ungkapan reaksi ketidaksetujuan atau upaya menutupinya agar tidak dikenali orang, terkadang orang-orang yang menyadari dirinya telah berbohong suka melakukannya. Terjadinya getaran-getaran disekitar leher dan dahi. Dan pada saat seseorang melakukan kebohongan, maka ia tak bisa mencegah timbulnya tingkah laku dan ekspresi yang tidak menentu. Seperti menarik-narik kerah baju, mengusap-usap bagian leher atau berupaya memasukkan hawa-hawa segar ke bagian leher, yang konon sangat dirasakan panasnya saat itu.
11. Menyembunyikan tangan ke belakang, ibarat sudah melakukan kesalahan besar, reaksi-reaksi samar dan spontan akan dicoba dilakukan oleh seseorang atau anak yang sudah terlanjur melakukan kebohongan itu. Dan agar kebohongan itu tidak dikenali, maka upaya menyembunyikannyapun pasti akan dilakukan dengan serapi mungkin. Seperti dengan mencoba menyembunyikan kedua tangannya ke belakang. Dan seseorang atau anak yang telah berbohong biasanya juga berani meluncurkan kalimat-kalimat sumpah yang intinya seolah hendak menunjukkan kejujurannya. Ini pun harus diwaspadai oleh kita.
Pada dasarnya kita semua tidak menginginkan buah hati tercinta terbiasa melakukan ketidakjujuran. Dan tindakan preventif seperti cara memupuk kejujuran seperti yang sudah dipaparkan di atas jauh lebih baik dari pada harus mengenali kebohongan anak dengan tiada henti. Wallahualam.

Kamis, 02 Juni 2016

Jujur dan Rasa Keadilan #WiseParenting


Secara sederhana jujur dapat diartikan dapat dipercaya oleh diri sendiri maupun orang lain, tulus, tidak berbohong, dan tidak curang. Dan anak-anak usia dini biasanya jujur serta apa adanya. Tetapi kejujuran harus terus dipupuk supaya tidak luntur seiring berjalannya waktu.
Sementara itu adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Dan di mata jujur anak-anak, mereka menginginkan persamaan yang adil dengan saudara dan teman-temannya. Rasa keadilan juga sebenarnya sudah ada pada anak usia dini. Tetap senada dengan kejujuran, rasa keadilan juga harus dipupuk supaya tidak luntur di tengah jalan.
Apa yang dapat kita lakukan untuk terus memupuk kejujuran dan rasa keadilan? Jawaban yang pertama tentu teladan kita. Apabila kita berjanji pada anak, maka tepatilah. Kalaupun tidak, dipastikan si anak akan merengek sepanjang hari agar tuntutannya dapat dikabulkan segera. Atau sering kali kita mengiming-iming sesuatu agar anak menuruti perintah kita, lalu kita abaikan iming-iming tersebut setelah anak melakukan apa yang kita inginkan, maka sebenarnya pelajaran pertama berbohong dari kita sudah mereka rekam. Bahkan Rasulullah menegur orang yang berkata akan memberi sesuatu agar anak mau menghampirinya padahal dia tidak akan memberikan apa-apa. Diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Amir yang menceritakan masa kecilnya, bahwa ibunya memanggilnya, sedang Rasulullah berada di rumahnya. Ibunya berkata, Kemarilah, aku akan memberi sesuatu! Nabi Saw pun bersabda, Ingatlah, jika engkau tidak memberinya suatu apa pun, niscaya akan dicatatkan sekali dusta terhadapmu.
Kedua, diskusikanlah kepada anak tentang kejujuran. Karena tidak semua yang kita anggap apa adanya itu harus diberitahukan pada orang lain. Misalnya saja, tak perlu harus jujur mengatakan, Om kok gendut sekali sih? atau Mbak ini jerawatnya banyak. Itu memang jujur tapi dapat melukai perasaan orang lain.
Ketiga, biarkan anak-anak bermain permainan tradisional dengan temannya. Mengapa permainan tradisional? Karena permainan tradisional seperti petak umpet, suit, gobaksodor, dan lainnya yang bisa dilakukan anak usia 5-6 tahun mengandung unsur kejujuran yang bisa mereka terapkan sendiri. Juga keadilan yang bisa mereka tentukan dan sepakati sendiri.
Keempat, cobalah memberi kepercayaan kepada anak. Misalkan, berikan kepercayaan pada anak usia 4-6 tahun untuk menghantarkan makanan pada tetangga tanpa curiga bahwa anak akan memakannya atau meninggalkannya di tengah jalan. Kejujuran memang berkorelasi dengan kepercayaan. Dalam hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan sulit dipisahkan. Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa kepercayaan, demikian pula kepercayaan biasanya lahir dari adanya kejujuran.
Kelima, hargailah kejujuran anak. Contohnya saat Rani (5 tahun) menumpahkan botol minuman di dalam tasnya sewaktu di sekolah, ia pun bilang kepada ibunya. Ibu yang bijak tidak perlu panik dan langsung naik pitam karena semua buku dan peralatan sekolah di dalam tas menjadi basah. Bersikaplah tenang dan wajar. Hargai kejujurannya. Karena masih ada cara untuk dapat mengeringkan tas dan semua isinya. Sebab jika ibu marah, mungkin Rani akan belajar untuk mencari alasan-alasan lain supaya dia terbebas dari hukuman dan kemarahan ibunya. Dia bisa menuduh temannya yang melakukan perbuatan itu hingga botolnya tumpah, atau mengatakan bu guru di sekolah tidak tanggap dengan keadaan tasnya yang basah.
Keenam, bersikap adil terhadap semua anak. Bersikap adil tidak harus menyamaratakan semuanya. Karena kebutuhan adik dan kakak selalu berbeda. Sehingga perlu penjelasan baik kepada adik maupun kakak tentang itu.
Itulah beberapa cara untuk terus memupuk kejujuran dan rasa keadilan supaya tetap subur dan tidak berubah pada diri anak usia dini. Walaupun tidak kita pungkiri, dalam tahap perkembangan anak usia diri (2-4 tahun) bahkan sampai 6 tahun ada yang masih belum bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Sehingga mereka akan sering mengatakan suatu hayalan, tapi tentu ini tidak bisa disebut sebagai kebohongan karena memang masih sesuai dengan tahap perkembangan anak yang tengah mengeksplor imajinasinya. Misalkan saja, anak-anak 3 tahun yang berbincang dengan temannya berkata, Aku bisa mengendarai pesawat hingga ke angkasa, sedangkan temannya tak mau kalah, Aku bisa naik becak menuju ke bulan.

Wisuda & Pentas Seni 2016









Rabu, 01 Juni 2016

Pelatihan Calon Pelatih (PCP)


Bunda Irul (Choirul Qomariah, S.P.) kepala sekolah PAUD Amanah Bunda Lawang  mendapat kesempatan sebagai pelatih PTK-PAUD setelah 5 hari lamanya (23-27 Mei 2016) mengikuti pelatihan calon pelatih (PCP) yang diselenggarakan oleh Himpaudi Kabupaten Malang di Dodik Bela Negara Rampal Malang.
Dan selanjutnya mendapat sertifikat dan berhak untuk mengimbas pada PTK-PAUD lainnya terutama yang ada di Kabupaten Malang. Pelatihan calon pelatih melibatkan sekitar 40-an pendidik yang ada di wilayah Kab. Malang.











 

My Blog List

Term of Use

PAUD AMANAH BUNDA LAWANG Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino