Secara sederhana jujur dapat diartikan dapat dipercaya oleh diri sendiri maupun orang lain, tulus, tidak berbohong, dan tidak curang. Dan anak-anak usia dini biasanya jujur serta apa adanya. Tetapi kejujuran harus terus dipupuk supaya tidak luntur seiring berjalannya waktu.
Sementara itu adil berarti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Dan di mata jujur anak-anak, mereka menginginkan persamaan yang adil dengan saudara dan teman-temannya. Rasa keadilan juga sebenarnya sudah ada pada anak usia dini. Tetap senada dengan kejujuran, rasa keadilan juga harus dipupuk supaya tidak luntur di tengah jalan.
Apa yang dapat kita lakukan untuk terus memupuk kejujuran dan rasa keadilan? Jawaban yang pertama tentu teladan kita. Apabila kita berjanji pada anak, maka tepatilah. Kalaupun tidak, dipastikan si anak akan merengek sepanjang hari agar tuntutannya dapat dikabulkan segera. Atau sering kali kita mengiming-iming sesuatu agar anak menuruti perintah kita, lalu kita abaikan iming-iming tersebut setelah anak melakukan apa yang kita inginkan, maka sebenarnya pelajaran pertama berbohong dari kita sudah mereka rekam. Bahkan Rasulullah menegur orang yang berkata akan memberi sesuatu agar anak mau menghampirinya padahal dia tidak akan memberikan apa-apa. Diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Amir yang menceritakan masa kecilnya, bahwa ibunya memanggilnya, sedang Rasulullah berada di rumahnya. Ibunya berkata, Kemarilah, aku akan memberi sesuatu! Nabi Saw pun bersabda, Ingatlah, jika engkau tidak memberinya suatu apa pun, niscaya akan dicatatkan sekali dusta terhadapmu.
Kedua, diskusikanlah kepada anak tentang kejujuran. Karena tidak semua yang kita anggap apa adanya itu harus diberitahukan pada orang lain. Misalnya saja, tak perlu harus jujur mengatakan, Om kok gendut sekali sih? atau Mbak ini jerawatnya banyak. Itu memang jujur tapi dapat melukai perasaan orang lain.
Ketiga, biarkan anak-anak bermain permainan tradisional dengan temannya. Mengapa permainan tradisional? Karena permainan tradisional seperti petak umpet, suit, gobaksodor, dan lainnya yang bisa dilakukan anak usia 5-6 tahun mengandung unsur kejujuran yang bisa mereka terapkan sendiri. Juga keadilan yang bisa mereka tentukan dan sepakati sendiri.
Keempat, cobalah memberi kepercayaan kepada anak. Misalkan, berikan kepercayaan pada anak usia 4-6 tahun untuk menghantarkan makanan pada tetangga tanpa curiga bahwa anak akan memakannya atau meninggalkannya di tengah jalan. Kejujuran memang berkorelasi dengan kepercayaan. Dalam hubungan apapun, kejujuran dan kepercayaan sulit dipisahkan. Sebuah kejujuran dapat menimbulkan rasa kepercayaan, demikian pula kepercayaan biasanya lahir dari adanya kejujuran.
Kelima, hargailah kejujuran anak. Contohnya saat Rani (5 tahun) menumpahkan botol minuman di dalam tasnya sewaktu di sekolah, ia pun bilang kepada ibunya. Ibu yang bijak tidak perlu panik dan langsung naik pitam karena semua buku dan peralatan sekolah di dalam tas menjadi basah. Bersikaplah tenang dan wajar. Hargai kejujurannya. Karena masih ada cara untuk dapat mengeringkan tas dan semua isinya. Sebab jika ibu marah, mungkin Rani akan belajar untuk mencari alasan-alasan lain supaya dia terbebas dari hukuman dan kemarahan ibunya. Dia bisa menuduh temannya yang melakukan perbuatan itu hingga botolnya tumpah, atau mengatakan bu guru di sekolah tidak tanggap dengan keadaan tasnya yang basah.
Keenam, bersikap adil terhadap semua anak. Bersikap adil tidak harus menyamaratakan semuanya. Karena kebutuhan adik dan kakak selalu berbeda. Sehingga perlu penjelasan baik kepada adik maupun kakak tentang itu.
Itulah beberapa cara untuk terus memupuk kejujuran dan rasa keadilan supaya tetap subur dan tidak berubah pada diri anak usia dini. Walaupun tidak kita pungkiri, dalam tahap perkembangan anak usia diri (2-4 tahun) bahkan sampai 6 tahun ada yang masih belum bisa membedakan antara imajinasi dan kenyataan. Sehingga mereka akan sering mengatakan suatu hayalan, tapi tentu ini tidak bisa disebut sebagai kebohongan karena memang masih sesuai dengan tahap perkembangan anak yang tengah mengeksplor imajinasinya. Misalkan saja, anak-anak 3 tahun yang berbincang dengan temannya berkata, Aku bisa mengendarai pesawat hingga ke angkasa, sedangkan temannya tak mau kalah, Aku bisa naik becak menuju ke bulan.
Kamis, 02 Juni 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar