Jumat, 29 April 2016

Beri Pilihan Langsung pada Anak #WiseParenting


Beri Pilihan Langsung pada Anak

       Sesering mungkin berilah kesempatan memilih pada anak untuk dua buah obyek atau dua kegiatan positif yang menarik. Cara ini akan membuat anak-anak memiliki kepercayaan diri untuk memilih pilihan yang dia sukai, sekaligus memberikan pengalaman dalam memilih sesuatu tanpa harus selalu didikte orang tua.
Pertanyaan yang sebaiknya dilakukan dalam memberi kesempatan untuk memilih yaitu, Ani, mau memakai baju yang merah atau yang biru? maka dia kan menjawab salah satunya. Tentu melalui proses berpikirnya dengan menimbang-nimbang di antara dua pilihan yang akan diputuskan.
Sementara itu jika ditanya hanya dengan satu pilihan, misalnya Ani mau buku cerita yang sampulnya hijau? dia pasti akan menjawab ya, atau tidak saja. Sehingga tidak memberikan pengalaman untuk anak-anak untuk memilih dan merasa mampu dalam menentukan sesuatu.

Mendengar dan Berbicara pada Anak #WiseParenting


Mendengar dan Berbicara pada Anak

        Bayangkan jika kita berbicara sambil terburu-buru menyiapkan bekal yang akan di bawa oleh anak kita. Tentu saja omongan kita akan terucap cepat, mata kita tidak tertuju pada anak, dan seolah-olah kita malah berbicara dengan tas yang menyibukkan diri kita tersebut.
Atau bayangkan bagaimana seringnya kita tidak menghargai anak sewaktu mereka ingin berbicara dengan kita. Karena ada pekerjaan yang lebih penting dan harus diselesaikan, kita anggap anak-anak yang ingin menyampaikan sesuatu itu seperti angin lalu. Dan paling-paling kita akan berkata, Jangan ganggu ayah sekarang, Nak. Atau diperparah lagi dengan hardik, Sudah! Pergi sana! Ayah sedang sibuk! betapa hancur hati si anak yang mungkin ingin melihatkan hasil menggambarnya siang tadi, dan berharap sang ayah berkomentar bagus tentang karyanya.
Bahwa anak ingin perhatian, itu memang benar. Dan tak ada salahnya menyempatkan untuk berbicara dan mendengarkan anak dengan sepenuh hati, dengan penghargaan yang tinggi.  Terkecuali jika anak meminta perhatian berlebih. Hal itu akan menanamkan rasa kepedulian mereka dan juga membuat percaya diri mereka muncul karena merasa dihargai oleh orang tuanya.
Untuk anak-anak di bawah 3 tahun mungkin cara-cara di bawah ini dapat dilakukan sebagai respect bagi mereka dalam usaha kita berkomunikasi.
Selalu berbicara pelan, tenang, dan jelas. Tergesa-gesa dalam bicara dan intonasi seperti orang sedang berkumur-kumur membuat anak-anak bingung menyerap arah pembicaraan. Sedangkan berbicara dengan volume tinggi hanya akan membuat anak meniru dan mengucapkan suara bertone tinggi pula pada kita.
Bungkukkan atau condongkan badan sejajar dengan anak bila bicara atau mendengarkan. Paling tidak mata kita tertuju pada mata mereka.
         Lebih baik kata ‘ajakan’ dari pada kata ‘perintah’. Ayo, dan Mari akan berkonotasi lebih bisa diterima dari pada langsung menyuruh mereka melakukan ini dan itu.
Sering mengajarkan ucapan terima kasih dan maaf. Dua kata yang mungkin remeh, tetapi akan terus membekas pada anak jika orang tua juga sering mengucapkannya.
         Gunakan kata-kata dalam bahasa yang benar dan tepat, meniru-niru cadel atau bahasa bayi hanya akan membuat anak-anak tidak akan cepat mengerti bahasa orang dewasa. Ingat, anak menirukan suara dari apa yang didengar dari orang tua.
Bicaralah dengan tenang dan penuh kasih sayang, terutama jika anak-anak melakukan kesalahan atau ada perilakunya yang tidak sesuai dengan yang orang tua harapkan. Ketenangan kita dalam besikap akan berpengaruh pada anak-anak. Selanjutnya mereka pun akan bersikap sama jika bermasalah, tidak bereaksi penuh emosi, frustasi, atau marah berlebihan.
         Tidak usah memotong pembicaraan anak jika mereka ingin menyampaikan sesuatu. Dan menjelaskan sesudah mereka berbicara bahwa begitulah seharusnya jika mendengar orang lain berbicara. Sehingga mereka juga menghargai orang tua dan orang lain yang berbicara.
         Dekati anak dari depan, bukan dari belakang. Jika ingin mengusap ingus di hidung atau membersihkan sisa makanan, katakan terlebih dahulu apa yang akan orang tua lakukan padanya.
Mungkin cara-cara di atas tidak dapat seratus persen diterapkan dalam keadaan-keadaan tertentu dalam keluarga. Tetapi berkomunikasi dengan cara lebih bijak terhadap anak usia dini akan mengajarinya untuk semakin menghargai dirinya sendiri dan juga orang lain.

Mereduksi Perilaku Tidak Menyenangkan pada Anak #WiseParenting


Mereduksi Perilaku Tidak Menyenangkan pada Anak

        Kita selalu berharap agar hubungan dengan anak selalu mesra dan penuh rasa pengertian dan saling menghargai. Tapi selalu saja tidak bisa kita hindari adanya perilaku anak yang kadang tidak menyenangkan dan membuat kita segera mengambil tindakan. Mengapa anak-anak melakukan hal seperti itu, mari kita lihat beberapa penyebabnya.
1.      Kesulitan komunikasi.
            Ratih (2,5 tahun) mendadak berteriak dan membuang makanan yang baru saja diberikan oleh ibunya. Ibu terperanjat karena makanan yang baru diberikannya pada Ratih itu adalah kue yang paling disukai anak gadisnya. Bagaimana bisa Ratih langsung membuangnya ke lantai?
            Ibu Ratih tidak panik atau langsung memarahi Ratih. Tapi diangkatnya kue dari lantai dan diamati sekelilingnya. Rupanya ada beberapa semut yang menempel di kue tersebut. Ibu Ratih lalu menanyakan pada anaknya, apakah benar dia melempar kue tersebut karena ada semut-semut yang menempel. Ratih lalu mengangguk.
            Ibu yang bijak tidak langsung melakukan aksi baik verbal maupun tindakan karena anaknya menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan. Identifikasi dahulu masalahnya, baru kemudian mencari solusi agar hal serupa tidak terjadi atau dapat dikurangi.
            Dari analisa cerita di atas dapat disimpulkan bahwa Ratih mempunyai kesulitan berkomunikasi. Sehingga apa yang menurutnya benar dia lakukan langsung dikerjakannya, yaitu dengan berteriak dan membuang makanan ke lantai. Padahal seharusnya dia bisa bilang ke ibunya ada semut-semut yang tidak ia inginkan berjalan-jalan di kuenya.
            Anak dengan kesulitan berkomunikasi akan  langsung mengekspresikan keinginannya. Jadi orang tua mengajari untuk mengendalikan emosi dan meminta anak untuk memanggil orang tua jika ada sesuatu yang tidak dikehendaki anak.
            Memarahi anak akan membuatnya semakin mendapat kesulitan dalam berkomunikasi dan semakin membuatnya tidak bisa mengatur emosi karena mendapat contoh seperti itu dari orang tuanya.
            Jika kesulitan berkomunikasi semakin memburuk pada usia-usia selanjutnya, ada baiknya untuk mengajak anak ke therapist wicara bila diperlukan.
2.      Faktor lingkungan
            Andi (1 tahun) tanpa sebab menangis sejadi-jadinya saat tiba di acara pernikahan. Ini membuat orang tuanya bingung karena Andi biasa tenang bila diajak ke mal atau plaza. Kejadian itu juga membuat orang tua gusar karena mereka berada dalam pandangan banyak mata yang mengitarinya.
            Setelah diajak keluar dari area pernikahan, barulah Andi diam dan tak lagi menangis seperti saat di acara pernikahan. Rupanya Andi tidak menyukai keramaian yang terlalu, dengan musik acara pernikahan yang terlampau keras dan banyak manusia di dalamnya yang berlalu-lalang.
            Faktor lingkungan bisa membuat anak berubah perangainya. Bisa jadi karena tidak suka panas, kebisingan, atau udara yang terlalu dingin. Anak-anak yang sensitif seperti ini juga belum bisa berbicara secara langsung pada orang tua. Sehingga bila sudah diidentifikasi penyebabnya, orang tua bisa menyiapkan segala sesuatunya. Misalkan membawa kipas atau pakaian tipis bila anak sensitif terhadap panas, atau tidak lama-lama berada di keramaian jika anak sensitif terhadap suara.
3.      Mencari perhatian
            Saat ada tamu berkunjung, Rina (3 tahun) menukar minuman yang ada di gelas tamu dengan minuman miliknya. Hal ini tentu membuat orang tua jengkel terhadap Rina. Mereka serasa mendapat cap sebagai orang tua yang tidak bisa mendidik anaknya dengan baik. Apalagi tamunya adalah kepala desa, orang yang paling dihormati di wilayah mereka.
            Si pencari perhatian biasanya sengaja menunjukkan perilaku mereka saat ada tamu atau orang lain di rumah, biasanya juga di keramaian, atau rumah orang laian, bahkan di sekolah.
            Jangan hiraukan anak yang mencoba mencari perhatian dari orang tua. Karena semakin ditanggapi, semakin kelakuannya menjadi-jadi. Sebab mereka mengira bahwa kehadiran mereka sudah mencuri perhatian banyak orang. Tapi jika tidak ditanggapi, biasanya mereka akan berhenti sendiri.
            Sebenarnya anak yang mencari perhatian juga merupakan bentuk komunikasi. Mereka melakukannya karena kurangnya perhatian dan kepedulian orang tua di luar kejadian yang mereka lakukan. Oleh karenanya, berilah kepedulian saat mereka tidak sedang ingin mencari perhatian. Berilah pengertian bahwa tamu adalah orang yang patut dihormati. Dan berikan kepastian bahwa orang tua akan lebih memerhatikan atau peduli pada anak.

            Jika penyebab perilaku anak yang tidak menyenangkan bisa diidentifikasi, selanjutnya orang tualah yang bisa mereduksi perilaku tersebut.

Selasa, 19 April 2016

Hargai Anak Saat Berbicara#WiseParenting


Hargai Saat Anak Berbicara

Janet Levine dalam bukunya Know Your Parenting Personality mengatakan bahwa komunikasi merupakan alat terpenting bagi orang tua kepada anaknya. Tetapi cara berkomunikasi orang tua malah bisa membuat anak menjauh dari komunikasi itu sendiri.
Apa pasal? Sebab orang tua belum memahami betul karakter anak. Lalu disangkanya si anak mempunyai pikiran dan perasaan yang sejalan dengannya. Sehingga apapun yang orang tua katakan dan ungkapkan dengan mudah dapat diterima dan dipahami oleh anak.
Padahal sebaliknya, bisa jadi saat anak ingin berbicara, mengungkapkan pikirannya, atau ingin berkomentar tentang suatu hal, tetapi orang tua tidak meresponnya dengan baik. Dianggapnya celotehan anak hanya sebuah omongan tak bermakna dan tidak perlu digubris muatannya. Atau bahkan ada orang tua yang langsung menyetop pembicaraan anaknya dengan dalih bahwa dia tidak punya waktu untuk mendengarkan ceritanya yang tidak bermutu. Sudah, jangan bicara saja, pekerjaan rumahmu belum selesai! Mungkin itu ucapan yang sering dilontarkan orang tua. Atau juga, Kemarin kan sudah cerita tentang itu, sudah tidak usah cerita lagi!
Semua anak ingin dihargai. Dan salah bentuk penghargaan yang dapat kita berikan adalah menghargai apa yang ingin disampaikannya. Sebab apa yang dikatakan anak adalah ungkapan dari perasaannya. Dan jika perasaannya sudah diterima orang tua, maka dia pun dapat menerima perasaan orang tua yang ingin menyampaikan sesuatu kepadanya.
Sementara itu dalam How To Talk So Kids Will Listen and Listen So Kids Will Talk, Adele Faber dan Elaine Mazlish memberi panduan berikut:
Dari pada hanya setengah-setengah saja dalam mendengarkan anak, dengarkanlah apa yang ingin disampaikannya dengan perhatian yang penuh. Seringkali simpati kita yang diam tapi penuh perhatian tersebut malah yang dibutuhkan anak saat itu.
Dari pada pertanyaan dan anjuran yang panjang dan melelahkan, gunakan kata Oh, begitu atau Ya, ibu tahu saat mereka membicarakan sesuatu. Perkataan demikian yang disertai dengan kepedulian penuh akan mengundang anak untuk terus mengeksplorasi pikiran dan perasaannya, bahkan mungkin dapat untuk menemukan solusi dari masalah yang ia ceritakan.
Dari pada menolak perasaannya, berikan nama pada perasaan yang ingin disampaikan. Karena terkadang anak-anak tidak tahu tentang perasaan dan emosi yang ada di dalam dadanya. Semisal jika dia dalam keadaan bosan, dan dia mengungkapkannya dengan bahasanya sendiri yang diulang-ulang. Katakan saja, Ibu tahu kamu sudah sangat jenuh.
Dari pada penjelasan panjang lebar dan jawaban logis, berikan saja perkataan pada anak sesuai dengan harapannya. Misalkan jika anak berkata dalam keadaan sedikit uring-uringan mengapa pisang yang dibeli masi sepat. Maka tidak tepat jika kita membeberkan penjelasan logis bahwa pisang mempunyai waktu tertentu untuk bisa masak dan tidak sepat. Terlebih ketika mengunduhnya dalam keadaan mentah, lalu diproses dengan karbit. Tetapi cukup katakan, Saya sebenarnya juga berharap kalau pisang itu bisa masak sempurna sekarang.
Agaknya adagium yang mengatakan bahwa inilah hikmahnya Allah menciptakan dua telinga dan satu mulut berlaku di sini. Memang benar, ada kalanya banyak mendengarkan dahulu sebelum berbicara akan membuat perasaan-perasaan anak keluar dan terpuaskan. Setelah itu tampaknya memberikan sedikit komentar akan mampu membuka hatinya karena perasaannya telah terlebih dahulu terbuka.

Rabu, 06 April 2016

The Adventure of Sol and Friends






Buku aktifitas Bilingual yang ditulis oleh pendidik PAUD Amanah Bunda Lawang bisa didapatkan di seluruh toko buku di Indonesia.
Mari bermain, belajar, dan beraktifitas dengan Thr Adventure of Sol and Friends.

Sabtu, 02 April 2016

Kalender Pendidikan 2015/2016





 

My Blog List

Term of Use

PAUD AMANAH BUNDA LAWANG Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino