Senin, 30 Mei 2016

Empati Menimbulkan Peduli #WiseParenting


Empati Menimbulkan Peduli

            Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain. Memposisikan keadaan ini pada anak jelas bukah sesuatu yang mudah sebab seperti diketahui jika pada masa perkembangan anak-anak usia dini lebih memiliki self-egocentric (rasa keegoan) yang lebih tinggi. Tetapi bukan berarti bahwa empati tidak bisa dikenalkan dan diajarkan dengan kegiatan yang sederhana untuk anak.
            Sebenarnya sejak bayi rasa empati itu sudah muncul dengan sendirinya. Bayi yang tadinya diam akan ikut menangis ketika mendengar tangisan dari bayi yang lain. Dan sebaliknya, bayi juga akan ikut tersenyum dan tergelak apabila ada orang didekatnya yang mencoba bercanda dan tertawa kepadanya.
            Sementara itu anak-anak yang berusia tiga tahun akan menunjukkan perasaannya dengan memeluk teman mereka, atau orang tua mereka jika orang-orang yang dekat dengan kehidupannya itu terlihat murung dan sedih. Bahkan seorang anak yang empatinya sudah terasah malah akan membimbingnya untuk selalu berperilaku dan bertindak secara positif. Mereka akan menimbang-nimbang perasaannya, apakah aksi atau kegiatan yang dilakukannya tersebut akan membuat teman atau orang lain sedih ataukah bahagia. Mereka paham jika berbuat sesuatu yang salah akan membuat orang lain menjadi menderita atau tidak bahagia.
            Kita dapat membimbing rasa empati anak dengan cara membantu mengenali perasaan orang lain. Misalkan ada teman yang menangis karena terjatuh. Maka tanyakan pada anak, “Mengapa Aldo menangis?”, “Kalau kamu yang terjatuh bagaimana perasaanmu?”, “Sakit, kan?” Atau jika anak kita merebut mainan temannya, kita bisa menanyakan, “Seandainya itu mainanmu, mau tidak direbut sama temanmu?”
            Namun tentu saja, membimbing anak untuk mengetahui perasaan orang lain tetap dengan keadaan tenang dan perhatian. Jika dalam keadaan marah atau menghakimi, anak-anak juga tidak akan membuka hatinya. Karena mereka akan pula beralasan bahwa apa yang dilakukannya itu benar. Misalnya saja anak bisa menjawab, “Salahnya sendiri, Aldo lari-lari sampai kesandung batu.” Atau, “Habis dia dulu juga pernah merebut mainanku.”
            Selain membantu mengenali perasaan orang lain, kita dapat juga melakukan hal-hal sebagai berikut untuk membuat anak bisa berempati pada orang lain.
·         Membaca buku cerita dan menanyakan keadaan-keadaan tokoh yang ada di cerita tersebut. Misalnya saja mengapa si A bersedih, mengapa si B gembira, dan beritahukan bahwa perasaan-perasaan tersebut juga bisa dimiliki oleh anak kita.
·         Tayangan di media tentang bencana alam, seperti gunung meletus dan gempa bumi, serta anak-anak Palestina dengan segala gambaran tentang pengungsinya bisa membangkitkan empati anak apabila kita menjelaskannya.
·         Menjenguk teman anak atau orang yang sakit di rumahnya juga akan membuat anak merasa terpancing untuk ikut merasakan perasaan si penderita.
·         Bila anak bercerita kalau dirinya diperlakukan tidak menyenangkan oleh temannya, misalkan dia merasa didorong hingga terjatuh, katakan bahwa temannya itu mungkin tidak sengaja melakukannya, “Kadang-kadang adik juga secara tidak sengaja menjatuhkan gelas, kan?” Itu akan membuat anak berpikiran positif dan tidak menyimpan bibit dendam dan permusuhan pada orang lain.
·         Terbukalah pada perbedaan. Jika anak menanyakan mengapa ada orang berkulit hitam atau berkulit putih, katakan jika Allah Yang Maha Kuasa itu berkehendak menciptakan berbagai ciptaan yang dikehendaki-Nya, selanjutnya sebagai manusia kita tidak bisa membeda-bedakan antara teman satu dan yang lainnya.
            Empati atau kesediaan untuk memahami perasaan orang lain biasanya akan bermuara pada aksi kepedulian, baik berupa ucapan maupun aksi kegiatan. Dan rasa empati tersebut adalah perasaan yang bersumber dari hati yang jernih. Sedangkan anak-anak adalah pemilik hati yang jernih, maka sebenarnya yang mencemarinya adalah lingkungan sekitarnya. Ah, semoga saja bukan kita, orangtuanya ini.
            Sebuah kisah tentang empati dan kepedulian dapat kita rasakan di sini, pada sebuah cuplikan hidup Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah Saw. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ketika Hasan dan Husen sakit, Rasulullah Saw berkata, “Wahai Abul Hasan, alangkah baiknya kalau engkau bernadzar untuk (kesembuhan) anakmu berdua!”. Maka bernadzarlah Ali dan Fatimah (orangtua Hasan dan Husen), juga Fidhah (pembantu mereka), bahwa mereka akan berpuasa tiga hari berturut-turut jika Allah Swt menyembuhkan kedua anaknya. Saat menjelang berpuasa, Ali meminjam 3 sha’ tepung gandum dari Syam’un Khaibari, seorang Yahudi. Kemudian Fatimah memasak satu sha’ gandum menjadi lima potong roti untuk lima orang anggota keluarganya. Ketika roti itu sudah terhidang di hadapan mereka menjelang berbuka puasa, seorang pengemis berhenti di depan pintu rumah Ali, “Assalamualaikum, saya ini seorang muslim yang miskin. Berilah saya makanan, mudah-mudahan Allah Swt memberikan makanan pada kalian dari hidangan surga.” Lalu Ali berikan makanan buka puasanya untuk mengutamakan pengemis itu. Malam itu mereka tidur dengan tidak makan apa-apa selain minum air. Kemudian mereka melanjutkan puasa (untuk hari kedua). Sore harinya ketika mereka menyiapkan makanan untuk berbuka, seorang anak yatim berhenti di depan rumah. Anak yatim itu menyampaikan keluhannya yang sama dengan seorang pengemis di hari pertama. Maka Ali memberikan hidangan berbuka puasa mereka untuk mengutamakan anak yatim yang menunggu di depan pintu. Selanjutnya pada hari yang ketiga, saat menjelang berbuka puasa, datang tawanan di depan pintu. Dia menyampaikan keluhannya seperti seorang pengemis dan anak yatim pada hari sebelumnya. Maka keluarga Ali memberikan makanan berbuka puasa untuk mengutamakan tawanan tersebut. Setelah selesai puasa tiga hari, Ali membawa Hasan dan Husen menemui Rasulullah Saw. Beliau melihat mereka menggigil seperti anak ayam karena lapar. Nabi bersabda, “Alangkah pedihnya aku melihat kalian.” Nabi kemudian mengajak menantu dan kedua cucunya kembali ke rumah mereka. Beliau melihat Fatimah di mihrabnya. Perutnya melekat pada punggungnya dan matanya cekung. Rasul yang mulia sangat sedih melihatnya. Saat itulah Malaikat Jibril turun, ia berkata, “Ambillah Muhammad.” Kemudian Jibril membawa pesan wahyu dari Allah Swt kepada nabi untuk menghormati perilaku keluarga nabi yang indah dengan membacakan Surat Al-Insaan ayat 5-11.
            Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Q.S Al-Insaan (76): 5-11
            Mengembangkan empati sejalan pula dengan mengenalkan keikhlasan pada anak. Konsep ikhlas memang kadang belum dimengerti oleh anak. Mereka bisa saja beranggapan bahwa jika memberi sesuatu akan mendapat imbalan sesuatu pula. Seperti jika memberi uang pada penjual, maka mereka akan diberi jajan. Jika memberi adik permen, maka akan mendapat pujian dari ibu. Tapi jika keikhlasan dimaknai melakukan sesuatu tanpa pamrih dan hanya karena Allah semata, lalu dijelaskan dengan bahasa yang sederhana. Insayaallah anak lama kelamaan akan mengerti juga. Misalnya, “Kalau adik memberikan sumbangan di kotak amal, nanti Allah sendiri yang akan melihat. Allah juga bisa mengetahui yang ada di dalam hati.”
            Namun kadang kala muncul kendala-kendala saat mengenalkan empati pada anak. Kendala tersebut harus diidentifikasi dan diberikan solusi supaya karakter kepedulian itu melekat dan tidak hanya sebuah nasehat dan anjuran yang masuk di telinga tapi tidak menancap di dada. Kendala-kendala itu antara lain:
·   Waktu yang tidak tepat saat menyampaikan. Jika anak masih dalam keadaan marah dan jengkel, biarkan emosi-emosi negatif itu pergi terlebih dahulu sebelum mengenalkan empati dan rasa kepedulian. Waktu yang tepat adalah saat anak dalam emosi yang tenang dan suasana yang nyaman. Sebelum tidur dan sesudah makan bersama adalah waktu yang tepat untuk menceritakan kisah.
·   Prasangka buruk. Jika kita sering mempunyai prasangka buruk pada orang lain dan sempat terdengar oleh anak, bisa jadi anak akan merekamnya dan menjadikan berprasangka buruk pada orang lain itu wajar adanya. Apalagi berprasangka buruk pada anak sendiri. Jadi sebisa mungkin tidak membicarakan berbagai prasangka pada orang lain terhadap anak.

·   Kesombongan. Rasa percaya diri tidak sama dengan kesombongan. Karena sombong itu merendahkan orang lain dan tidak mau menerima kebenaran. Rasa sombong biasa terekam anak dari sekelilingnya. Bisa juga dari sinetron yang ditonton orangtuanya. Oleh karenanya, hindari kesombongan atau sesuatu yang dapat menjadi contoh kesombongan karena bisa menghalangi kepedulian.

Jumat, 20 Mei 2016

Gernas Manjur 2016


Gerakan Nasional Pembelajaran Aku Anak Jujur yang diselenggarakan oleh PAUD Amanah Bunda Lawang melibatkan seluruh peserta didik dan wali murid pada Jumat, 20 Mei 2016.
Acara yang dimulai pukul 08.00 ini diisi dengan kegiatan senam Si Kumbi, cerita I Broke the Cup/Aku Memecahkan Piala yang berisi pesan moral bahwa anak tidak perlu berbohong untuk menutupi kesalahan, dan juga fun cooking Donat Jujur yang didahului komitmen orang tua untuk selalu jujur meskipun dalam memasak. Karena bisa jadi karena curang dalam menakar adonan malah hasilnya tidak enak bila dimakan.



Sabtu, 14 Mei 2016

Family Gathering


Family gathering plus outbond plus jalan-jalan tapi tidak melupakan unsur edukasi. Acara yang berlangsung Ahad, 15 Mei 2016 ini bertempat di lawn sepak bola di dalam Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan.
Dan yang penting seru, menyenangkan, serta bermakna bagi anak-anak dan orang tuanya.






Jumat, 13 Mei 2016

Metode Menumbuhkan Karakter Anak #WiseParenting


Metode Menumbuhkan Karakter Anak

Untuk menumbuhkan karakter anak, diperlukan adanya cara-cara tertentu agar apa yang diharapkan dapat mencapai sasaran. Dalam bukunya Pendidikan Karakter dalam Perspektif Sipiritual, A. Muwahid Saleh menjabarkan tujuh metode dalam membangun karakter.
Melalui keteladanan
Ini adalah metode paling utama dan paling kuat. Orang tua hendaknya memulai dari hal yang sepele dan paling kecil. Seperti halnya membentuk susunan puzzle yang besar, maka hal-hal yang nampak kecil dan remeh jika tersusun rapi akan membentuk suatu bentuk yang lengkap dan sempurna.
Misalnya saja dengan membuang sampah pada tempatnya dimana saja berada akan membuat anak meniru kita. Banyak anak yang dengan santainya membuang bungkus permen begitu membukanya, tapi jika mereka diberi contoh membuang bungkus makanan di tempatnya (tidak hanya di rumah), bukan tidak mungkin mereka akan menahan diri untuk tidak segera membuang sampah jika di sekelilingnya belum ada tempat sampah. Walau terkesan remeh, membuang sampah pada tempatnya ini memupuk rasa tanggung jawab yang besar pada anak.
Salat selalu tepat waktu begitu adzan bergema juga contoh kecil yang bisa dilakukan orang tua. Sebab teladan tersebut selain ingin menyampaikan pesan agar mendekatkan anak untuk ingat dengan penciptanya, juga bermakna kedisiplinan dalam waktu.
Melalui simulasi praktek (experiential Learning)
Informasi akan diterima dalam beberapa tingkat prosentase di otak. Terdapat enam jalur informasi tersebut sampai di otak yaitu dengan melihat, mendengar, mengecap, menyentuh, membau, dan melakukan. Karena itu cara melakukan sendiri agaknya akan tersimpan lebih lama di memori.
Begitu juga dengan menanamkan karakter, jika anak melakukan langsung lewat pengalamannya sendiri akan lebih berdampak nantinya. Misalnya saja mengajak anak ke panti asuhan untuk menyalurkan sumbangan dengan didahului penjelasan bahwa kegiatan itu semata-mata lillahitaala. Atau mendorong mereka untuk mau belanja di warung terdekat supaya melatih keberanian. Bisa juga dengan bermain peran dengan keluarga sehingga anak mengerti dan paham seandainya mereka menjadi orang lain untuk melatih empati.
Menggunakan ikon dan afirmasi (menempel dan menggantung)
Mengenalkan sikap positif dapat dilakukan pula dengan ikon dan tulisan yang terdapat di dekeliling anak. Bebarapa tanda dan tulisan yang ditempel dan digantungkan di beberapa tempat atau di rumah kita sendiri akan menjadi semacam pengingat bagi anak untuk lebih disiplin dan menghargai orang lain.
Misalnya saja gambar tangan yang dicuci dengan sabun yang ditempel di tempat untuk mencuci tangan. Mengenalkan isyarat dilarang masuk di jalan yang kemudian harus dihindari. Atau tulisan salam di pintu rumah supaya mengingatkan mereka selalu mengucap salam di depan pintu semua orang.
Menggunakan kekuatan pengulangan (Repeat Power)
Mengucapkan secara berulang-ulang sifat atau nilai positif akan membuat anak merasa bahwa memang seperti itulah seharusnya mereka bersikap dan bertindak.
Misalnya saja dengan mengatakan, Kakak pasti sayang sama adik. Jika diucapkan berulang-ulang oleh orang tua akan meminimalisir rasa iri, perseteruan, dan tidak mau berbagi. Karena kakak merasa bahwa dirinya memang sayang kepada adiknya.
Menggunakan 99 sifat utama Allah (Asmaul Husna)
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al Asmaul Husna (nama-nama yang baik). Q.S Thoha (20): 8.   Asmaul Husna atau sifat utama Allah yang 99 akan selalu mengingatkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat tersebut. Kemudian orang tua dapat menginternalisasi sifat tersebut dalam perangai dan kehidupan sehari-hari. Seperti bagaimana Rahman dan Rahimnya Allah Swt.
Menggunakan kesepakatan bersama
Kesepakan untuk nilai-nilai yang kita harapkan dapat dilakukan dengan langsung mengajak anak berembuk dan berdiskusi. Karena jika anak terlibat dengan aturan yang dia buat dan sepakati sendiri akan memunculkan rasa tanggung jawab besar untuk melaksanakannya.
Misalnya saja menepati jam main, jam belajar, dan jam tidur. Selalu jujur dan berterus terang, serta mandiri dan tidak gampang menyerah jika ada suatu masalah yang menerpa mereka.
Melalui penggunaan metafora
Metafora banyak terdapat dalam cerita dan kisah-kisah. Dan anak-anak akan selalu menyenangi cerita dan kisah dari buku-buku, terlebih buku bergambar. Melalui fabel dan penokohan, anak akan mengambil moral dan pesan positif dalam buku yang mereka baca atau dibacakan oleh orang tua.
Untuk itu sediakan buku-buku penuh moral yang mengandung karakter kuat. Sehingga anak dapat mengingat sesuatu yang menyenangkan dan bermakna. Sebab informasi atau pelajaran lebih terserap lama jika secara emosional mereka juga menyukainya.

Rabu, 04 Mei 2016

Semarak Lomba April 2016














Pada Bulan April 2016, tepatnya Ahad tanggah 24 April 2016, PAUD Amanah Bunda Lawang mengadakan berbagai lomba-lomba yang diperuntukkan bagi peserta didik dan wali murid. Lomba tersebut diantaranya mewarnai, fashion show, dan menghias taman.

Penyuluhan Kesehatan




Penyuluhan kesehatan dari Mahasiswa Poltekes RSJ Radjiman Wediodiningrat Lawang, Malang tentang pentingnya mencuci tangan.

Selasa, 03 Mei 2016

Mereduksi Perilakù Tidak Menyenangkan pada Anak#WiseParenting


Mereduksi Perilaku Tidak Menyenangkan

Kita selalu berharap agar hubungan dengan anak selalu mesra dan penuh rasa pengertian dan saling menghargai. Tapi selalu saja tidak bisa kita hindari adanya perilaku anak yang kadang tidak menyenangkan dan membuat kita segera mengambil tindakan. Mengapa anak-anak melakukan hal seperti itu, mari kita lihat beberapa penyebabnya.
Kesulitan komunikasi.
Ratih (2,5 tahun) mendadak berteriak dan membuang makanan yang baru saja diberikan oleh ibunya. Ibu terperanjat karena makanan yang baru diberikannya pada Ratih itu adalah kue yang paling disukai anak gadisnya. Bagaimana bisa Ratih langsung membuangnya ke lantai?
Ibu Ratih tidak panik atau langsung memarahi Ratih. Tapi diangkatnya kue dari lantai dan diamati sekelilingnya. Rupanya ada beberapa semut yang menempel di kue tersebut. Ibu Ratih lalu menanyakan pada anaknya, apakah benar dia melempar kue tersebut karena ada semut-semut yang menempel. Ratih lalu mengangguk.
Ibu yang bijak tidak langsung melakukan aksi baik verbal maupun tindakan karena anaknya menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan. Identifikasi dahulu masalahnya, baru kemudian mencari solusi agar hal serupa tidak terjadi atau dapat dikurangi.
Dari analisa cerita di atas dapat disimpulkan bahwa Ratih mempunyai kesulitan berkomunikasi. Sehingga apa yang menurutnya benar dia lakukan langsung dikerjakannya, yaitu dengan berteriak dan membuang makanan ke lantai. Padahal seharusnya dia bisa bilang ke ibunya ada semut-semut yang tidak ia inginkan berjalan-jalan di kuenya.
Anak dengan kesulitan berkomunikasi akan  langsung mengekspresikan keinginannya. Jadi orang tua mengajari untuk mengendalikan emosi dan meminta anak untuk memanggil orang tua jika ada sesuatu yang tidak dikehendaki anak.
Memarahi anak akan membuatnya semakin mendapat kesulitan dalam berkomunikasi dan semakin membuatnya tidak bisa mengatur emosi karena mendapat contoh seperti itu dari orang tuanya.
Jika kesulitan berkomunikasi semakin memburuk pada usia-usia selanjutnya, ada baiknya untuk mengajak anak ke therapist wicara bila diperlukan.
Faktor lingkungan
Andi (1 tahun) tanpa sebab menangis sejadi-jadinya saat tiba di acara pernikahan. Ini membuat orang tuanya bingung karena Andi biasa tenang bila diajak ke mal atau plaza. Kejadian itu juga membuat orang tua gusar karena mereka berada dalam pandangan banyak mata yang mengitarinya.
Setelah diajak keluar dari area pernikahan, barulah Andi diam dan tak lagi menangis seperti saat di acara pernikahan. Rupanya Andi tidak menyukai keramaian yang terlalu, dengan musik acara pernikahan yang terlampau keras dan banyak manusia di dalamnya yang berlalu-lalang.
Faktor lingkungan bisa membuat anak berubah perangainya. Bisa jadi karena tidak suka panas, kebisingan, atau udara yang terlalu dingin. Anak-anak yang sensitif seperti ini juga belum bisa berbicara secara langsung pada orang tua. Sehingga bila sudah diidentifikasi penyebabnya, orang tua bisa menyiapkan segala sesuatunya. Misalkan membawa kipas atau pakaian tipis bila anak sensitif terhadap panas, atau tidak lama-lama berada di keramaian jika anak sensitif terhadap suara.
Mencari perhatian
Saat ada tamu berkunjung, Rina (3 tahun) menukar minuman yang ada di gelas tamu dengan minuman miliknya. Hal ini tentu membuat orang tua jengkel terhadap Rina. Mereka serasa mendapat cap sebagai orang tua yang tidak bisa mendidik anaknya dengan baik. Apalagi tamunya adalah kepala desa, orang yang paling dihormati di wilayah mereka.
Si pencari perhatian biasanya sengaja menunjukkan perilaku mereka saat ada tamu atau orang lain di rumah, biasanya juga di keramaian, atau rumah orang laian, bahkan di sekolah.
Jangan hiraukan anak yang mencoba mencari perhatian dari orang tua. Karena semakin ditanggapi, semakin kelakuannya menjadi-jadi. Sebab mereka mengira bahwa kehadiran mereka sudah mencuri perhatian banyak orang. Tapi jika tidak ditanggapi, biasanya mereka akan berhenti sendiri.
Sebenarnya anak yang mencari perhatian juga merupakan bentuk komunikasi. Mereka melakukannya karena kurangnya perhatian dan kepedulian orang tua di luar kejadian yang mereka lakukan. Oleh karenanya, berilah kepedulian saat mereka tidak sedang ingin mencari perhatian. Berilah pengertian bahwa tamu adalah orang yang patut dihormati. Dan berikan kepastian bahwa orang tua akan lebih memerhatikan atau peduli pada anak.
Jika penyebab perilaku anak yang tidak menyenangkan bisa diidentifikasi, selanjutnya orang tualah yang bisa mereduksi perilaku tersebut.

Penyerahan Piala Apresiasi PTK-PAUD Kabupaten Malang




Penyerahan trophy juara 1 Apresiasi PTK-PAUD PNF se-Kabupaten Malang tahun 2016 pada saat Hari Pendidikan Nasional kepada PAUD Amanah Bunda Lawang.
Semoga memacu semangat untuk berkarya lebih baik lagi.
 

My Blog List

Term of Use

PAUD AMANAH BUNDA LAWANG Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino