Rabu, 28 September 2016

Agar Anak Mematuhi Orang Tua #WiseParenting


       Orang tua yang bijak terlebih dahulu akan memilih pola asuh yang tepat untuk anak. dan kata kuncinya adalah instropeksi. Ya, sekarang saatnya kita instropeksi diri dalam mendidik anak. Apakah kita terlalu permisif pada anak sehingga mereka bahkan tidak menghormati kita? Ataukah kita terlalu otoriter sehingga membuatnya merasa luar biasa takut di rumah tapi bisa sok sangat bebas di luar rumah? Ataukah kita berlepas tangan hingga mungkin saat kita perlu bicara padanya mereka juga tidak perlu merasa mendengarnya?
Pola asuh amat mempengaruhi sikap dan karakter anak. Sehingga kita perlu untuk merubahnya lebih bijaksana agar anak-anak mengerti jika keberadaannya sangat berarti bagi kita. Dan dia pun paham bahwa keberadaan kita juga sangat berarti bagi mereka. Dengan demikian anak-anak yang cenderung suka membangkang dan menentang dapat mengurangi sikap mereka tersebut pada kita.
Selayaknya kita bijaksana menyikapi anak-anak yang suka membangkang setelah mengidentifikasi pemicunya, meskipun kita memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk membuatnya lebih disiplin dengan secepat kilat. Karena layaknya sebuah karakter lainnya, kedisiplinan berasal dari pembiasaan yang dibudayakan. Sehingga alangkah baiknya bila semua hal buruk anak juga dikembalikan lagi pada diri kita masing-masing.
Introspeksi diri adalah langkah awal untuk memperbaiki keadaan. Mungkinkah anak kita belajar cara membangkang dari kita sendiri? Misalnya, apakah kita memaksakan suatu hal kepada anak seperti kita melakukannya kepada teman-teman kita? Ataukah kita menolak mendengarkan permintaan keluarga ketika bernegosiasi dan bermusyawarah di rumah? Apakah kita menginginkan semua peraturan dipatuhi tanpa kecuali? Apakah kita terlalu menuntut atau terlalu mengendalikan? Intinya adalah apakah kita menampilkan sikap yang kita inginkan untuk ditiru anak? Karena sudah berulang kali disampaikan bahwa anak-anak adalah peniru yang ulung. Dan tentu saja role model terdekatnya adalah kita, para orang tua.
Cobalah ingat respon kita kepada anak akhir-akhir ini. Bagaimana kita menyampaikan permintaan kepada anak? Apakah kita menyatakan permintaan dengan nada yang tenang dan menghargai, ataukah malah sebaliknya dengan berteriak, memaksa atau mengancam? Apakah kita bersikap santun dan menunggu anak dengan sopan? Apakah kita terlalu menuntut kepatuhannya? Ataukah bersedia mendengarkan permintaan anak? Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dengan hati yang jernih dapat kita ungkap.
Berikutnya untuk memahamkan anak supaya meminimalisasi pembangkangan, coba tekankan rasa empati ini pada anak, Perlakukan orang lain seperti kamu ingin diperlakukan. Hargai orang lain seperti halnya kamu juga ingin diperlakukan.
Ajarkan pada anak untuk menanyakan pada diri sendiri sebelum dia melakukan sesuatu, Apakah kamu mau diperlakukan seperti itu? Jika anak sudah bisa mengungkapkan perasaan dan juga dapat merasakan perasaan orang lain, itu akan jauh lebih mudah membuatnya untuk bisa mengendalikan ucapan dan tindakan yang sekiranya dapat membuat orang lain merasa tersinggung, marah, jengkel, dan sebagainya.
Anak-anak pembangkang juga cenderung mengubah segala hal menjadi perebutan kekuasaan, yang berujung pada pertengkaran. Kita sebaiknya selektif memilah masalah yang agak terasa penting, misalnya masalah akhlak, dan membiarkan masalah yang tidak begitu penting, seperti makan sayur, untuk menjaga kondisi rumah lebih tenang dari frekuensi pertengkaran antara kita dan anak. Sebab sering kali pertengkaran itu disebabkan oleh cara kita meminta anak untuk patuh dalam sekejap, sedang banyak sekali sesuatu yang menurut kita baik bagi anak malah selalu ditentangnya. Dan tentu saja, dengan menyeleksi secara bijaksana banyaknya permintaan dan tuntutan kita yang nanti dapat berujung pada pertengkaran dengan anak.
Meskipun komunikasi masih menjadi inti dari permasalahan anak yang menentang, tetapi ada beberapa tehnik khusus yang dapat dilakukan untuk dapat mereduksi penentangan dan pembangkangan. Deborah Carol dan Stella Reid dalam buku Nanny 911, mengemukakan beberapa trik seperti di bawah ini:
Turunkah tubuh kita sejajar dengan tinggi anak, bisa dengan membungkuk, berlutut, atau duduk.
Tatap mata anak, ini adalah proses yang amat penting. Jika diperlukan palingkan wajah anak pada kita sehingga kontak mata dapat terjalin, tentunya dengan rengkuhan tangan yang lembut saat memalingkan wajahnya.
Apabila anak dalam keadaan marah, kita dapat mengusap bagian punggung atau perutnya. Kita tidak perlu memeluk atau menariknya, kecuali anak dalam kondisi sangat histeris dan perlu ditenangkan. Jika anak histeris, biarkan dia tenang dulu sebelum memulai percakapan apapun. Dan mintalah anak untuk mengatur pernafasan dengan menarik nafas dalam-dalam.
Jaga nada suara kita, berkatalah dengan suara yang tegas tetapi lembut. Suara seseorang secara alami berfluktuasi naik turun ketika sedang bahagia atau dalam keadaan senang. Suara serius untuk mempertegas adalah suara yang tidak bernada terlampau tinggi.
Beri ungkapan kepada anak untuk membantu mengalirkan percakapan dan perasaannya. Misal, Coba ikuti ibu, kemudian, Apa yang membuatmu kesal?
Ulangi apa yang yang dikatakan oleh anak. Itu menunjukkan kepada mereka kalau kita benar-benar mendengarkan apa yang telah mereka ucapkan.
Jangan langsung menyela. Biarkan anak menyelesaikan apa yang ingin mereka sampaikan tanpa harus disela oleh kita.
Tetaplah tenang. Ketenangan kita menghadapi anak-anak akan mendorong mereka lebih tenang dari sebaliknya.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin PAUD Amanah Bunda Lawang



Pemeriksaan kesehatan rutin digelar PAUD Amanah Bunda Lawang pada Rabu, 28 September 2016. Acara rutin yang bekerjasama dengan Puskesmas Pembantu (Pustu) Mulyoarjo-Lawang ini menghadirkan bidan desa Ibu Nurul, Amd. Kes., untuk memeriksa kesehatan seluruh peserta didik PAUD Amanah Bunda. Termasuk juga memeriksa tumbuh kembangnya.
Acara dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan diakhiri pukul 10.00 WIB dengan disertai seluruh pendidik PAUD Amanah Bunda. Menurut Kepala PAUD Amanah Bunda, Choirul Qomariah, S.P. pemeriksaan kesehatan rutin ini adalah bagian dari Memorandum of Understanding (MOU) antara PAUD Amanah Bunda Lawang dengan Puskesmas Lawang yang dalam hal ini diwakili oleh Pustu Mulyoarjo.
Pemeriksaan kesehatan ini meliputi pencatatan berat dan tinggi badan. Kuku dan kulit. Mulut dan gigi, serta tenggorokan. Rambut. Telinga. Mata. Juga imunisasi serta vaksin. Plus penjelasan makanan sehat dan cara merawat diri sendiri dengan benar.
Dengan demikian, diharapkan peserta didik PAUD Amanah Bunda selalu sehat dan terjaga kesehatannya.

Jumat, 16 September 2016

SAFARI MASJID PAUD AMANAH BUNDA LAWANG




Meningkatkan iman dan taqwa bagi peserta didik PAUD Amanah Bunda Lawang dilakukan selain dengan pembiasaan, juga dilaksanakan dengan langsung mendatangi rumah ibadah atau masjid. Program Safari Masjid adalah salah satu kegiatan yang memang rutin dilakukan oleh PAUD Amanah Bunda Lawang dalam mengembangkan aspek religius peserta didik.

Safari Masjid biasanya memang sebatas dilakukan di sekitar Desa Mulyoarjo Kecamatan Lawang-Malang, dimana peserta didik PAUD Amanah Bunda berasal. Dan kali ini safari masjid diselenggarakan di Masjid Baitus Salam Dusun Pakutukan, Desa Mulyoarjo, Kecamatan Lawang pada Kamis, 15 September 2016.

Banyak yang bisa dipelajari bila anak-anak berada di masjid. Selain mengenalkan rumah ibadah yang suci dan harus disucikan oleh setiap anak bila memasukinya. Di dalam masjid ada banyak amalan-amalan yang dapat dilakukan. Seperti masuk dengan kaki kanan beserta dengan doanya. Berwudhu atau dalam keadaan suci. Sholat tahiyatul masjid 2 rokaat, dan lainnya.

Namun yang paling penting, belajar langsung di masjid akan menjadi sebuah pengalaman tersendiri yang berkesan bagi anak-anak, utamanya yang jarang atau belum pernah diajak oleh orang tuanya mengunjungi masjid. Bahwasanya bangunan itu adalah rumah Allah, tempat memohon doa dan sholat, dan semua muslim boleh bahkan wajib menunaikan ibadah sholat di sana.

Selasa, 06 September 2016

Efek Pola Asuh #WiseParenting


       Lia (5 tahun) kedapatan ibunya hanya meletakkan bungkus permen begitu saja di atas meja setelah ia makan. Ibunya kemudian berkata, Sayang, bungkus permennya kan seharusnya dibuang di tempat sampah. Lia langsung memandang ibunya dengan mimik cemberut seraya menjawab, Sebentar Ma, aku sedang mewarnai buku gambarku.
Gambaran di atas tentu menunjukkan sebuah penentangan atau bantahan seorang anak yang tidak mau dengan segera membuang bungkus permennya karena dia masih sibuk mewarnai buku gambarnya. Tapi bila bijak kita akan mencoba menarik kesimpulan sendiri secara sederhana, bahwa anak memiliki alasan logis mengapa dia tidak segera membuang sampahnya, yaitu dia masih asyik dan berkonsentrasi penuh dengan urusannya mewarnai.
John Gray dalam Children are from Heaven mengatakan bahwa fase anak yang mulai protes dan menentang terhadap orang tua adalah bentuk perlawanan yang disebabkan anak sudah mulai mempunyai keinginan dan kebutuhannya sendiri. Penentangan ini juga menunjukkan jika anak sudah mulai memasuki tahap mandiri dan ingin tidak bergantung pada orang tuanya.
Sekarang mari bayangkan keempat penanganan empat tipe pola asuh seperti yang sudah dipaparkan di atas. Orang tua jenis otoriter tentu akan berkacak pinggang dan dengan muka marah langsung berseru, Sekarang juga buang sampahnya! Atau Mama juga akan membuang buku gambarmu sekalian!
Mungkin Lia akan langsung membuang sampahnya karena dia tidak bisa lagi mendebat ibunya yang marah. Tapi dalam hati dia akan tetap menggerutu. Dan mulailah akal cerdiknya mencari alasan supaya esok hari tidak mendapat marah jika meletakkan bungkus permen di atas meja. Bisa saja bungkus permen akan diselipkan di tas, di buku, atau alasan lainnya. Dan karena sekarang Lia sudah jengkel, bisa jadi moodnya mewarnai juga hilang. Akhirnya dia hanya duduk di atas kursi menatap gambarnya sambil terus cemberut.
Sementara itu orang tua tipe permisif akan langsung pergi tanpa berkata apa-apa dengan membawa sendiri bungkus permen yang tadi digeletakkan Lia di atas meja. Lia akan melirik sedikit ke ibunya dan dia senang di dalam hati. Berarti besok dia tidak perlu lagi membuang sampah ke tempat sampah. Toh, ibunya selalu membereskannya.
Sedang tipe demokrasi mencoba mendiskusikan terlebih dahulu dengan anak, Baiklah, sayang, tapi jika sudah selesai mewarnai pohonnya segera dibuang dulu ya bungkusnya. Nanti banyak semut yang mengerubuti bungkus permennya lho! Jadi jijik deh mejanya. Dan masih asyik mewarnai Lia menjawab, Ya, Ma. Ibunya pergi dari tempat duduknya tapi masih lagi berkata, Lima menit lagi Mama akan lihat apa kamu sudah membuang bungkusnya apa belum. Tipe orang tua demokrasi mencoba memberi kepercayaan pada anak untuk melakukan tanggung jawab. Tapi harus juga dilihat bentuk kepercayaan dan tanggung jawab anak itu hasilnya. Karena jika dalam lima menit belum dibuang bungkus permennya, maka orang tua harus tegas pada anak.
Tipe pola asuh yang keempat atau lepas tangan, tidak akan merespon apapun terhadap kegiatan anak-anak. Mereka mungkin akan terlalu sibuk dengan urusannya sendiri hanya berbasa-basi menanyakan ini dan itu pada anak. Walau urusannya itu sekadar menonton acara gossip televisi. Anak pun merasa tidak perlu mengatakan apapun pada orang tua, toh percuma juga apabila kegiatan dan hasil karyanya ditunjukkan. Orang tua tidak akan menggubrisnya. Sehingga timbullah pemikiran bahwa apapun yang ia lakukan di dunia ini tidak ada yang memedulikan.

Sabtu, 03 September 2016

Tipe Pola Asuh Orang Tua #WiseParenting


            Tanpa disadari, pola asuh kita terhadap anak akan sangat berpengaruh pada mentalitas dan cara pandang kehidupan anak itu sendiri. Bayangkan orang tua yang terlalu keras dan sangat kaku menerapkan pola asuh sampai anaknya berpendapat saja tidak berani mengucapkannya. Atau orang tua yang terlalu sayangnya hingga memanjakan anaknya sampai orang tuanya tidak mau sama sekali berkonflik dengannya. Nah, beberapa pola asuh tersebut langsung bisa kita ketahui ujungnya. Bagaimana dengan kita?
            Menurut Diana Baumrind dalam Effective Parenting during the Early Adolescent Transition membagi pola asuh menjadi 4 bagian, yakni permisif, otoriter, demokrasi, dan lepas tangan. Keempatnya memiliki pola asuh yang khas dan bisa berakibat pada kebebasan atau kontrol pada anak yang berlainan.
            Pola permisif yaitu pola asuh orang tua yang berusaha untuk sama sekali meniadakan hukuman, menerima apapun keinginan anak, selalu membenarkan cara anak meski meledak-ledak, mengiyakan hasrat anak, dan aksi mereka. Orang tua seperti ini sangat hangat pada anak-anaknya tetapi tidak pernah memerintah. Mereka sangat memanjakan dan pasif dalam pola asuh, dan orang tua seperti ini sangat percaya bahwa untuk mewujudkan kasih sayang mereka adalah melalui harapan yang membahagiakan pada anak.
            Orang tua permisif tidak suka mengatakan ketidakpuasan pada anak-anak mereka. Dan hasilnya, anak-anak akan melakukan apapun sebebas-bebasnya tanpa kontrol dari orang tua. Anak-anak bisa dengan sesukanya memilih keputusan apapun yang mereka inginkan tanpa masukan dari orang tuanya. Akibat dari pola asuh seperti ini adalah anak-anak yang kurang dapat mengendalikan egonya dan seenaknya sendiri.
            Pola asuh kedua adalah otoriter. Orang tua semacam ini sangat ketat mengontrol anak. Mereka mengagungkan kedisiplinan, menggunakan hukuman, dan selalu menyuruh anak-anak untuk taat pada perintah yang mereka buat. Pokoknya semua perkataan orang tua harus dituruti karena ada konsekuensi yang mereka terapkan jika anak membantah dan tidak patuh.
            Orang tua otoriter tidak perlu mendiskusikan apapun tentang peraturan yang berlaku di rumah. Karena yang penting, semua yang mereka perintahkan harus dipatuhi anak. Orang tua semacam ini juga percaya bahwa anak-anak harus menerima, tanpa membantah sedikitpun, aturan dan perintah yang mereka buat. Pada kenyataannya, anak-anak dengan orang tua semacam ini akan menghasilkan dua sikap berbeda anak, terutama jika berada di luar lingkungan rumah. Pertama, kemungkinan anak akan menjadi pemberontak, dia akan merasa sangat bebas ketika tidak berada di dalam rumahnya sehingga terhindar dari tekanan-tekanan yang membelenggunya. Lalu bisa jadi menghasilkan sifat agresif. Sedangkan yang kedua, kemungkinan anak tidak dapat mandiri dan tidak punya inisiatif. Seringnya perintah dan perlakuan keras orang tua membuat anak seolah takut melakukan apapun karena ada konsekuensi baginya jika salah dalam melakukan sesuatu. Akhirnya anak hanya pasif dan tak akan melakukan apapun sebelum diperintah terlebih dahulu.
            Orang tua demokrasi mencoba memberikan kebebasan pada anak tetapi dalam batas-batas dan kendali. Mereka tidak akan langsung bicara, “Pokoknya ibu sudah katakan seperti itu, harus tetap dilaksanakan!” tapi mereka mendengarkan alasan dalam sudut pandang dan alasan yang dibuat anak, “Ibu memberimu waktu lima menit, sesudah itu kamu harus melaksanakannya.”
            Orang tua tipe ini mau untuk diajak berdiskusi dengan anak-anak, menyepakati bersama aturan, dan menerapkan aturan sesuai dengan kesepakatan yang sudah diketahui bersama dengan anak-anak. Sehingga anak-anak akan belajar pula tentang tanggung jawab karena mereka mengetahui sebelumnya konsekuensi apa yang akan diperoleh jika melakukan atau tidak melakukan ini dan itu.
            Orang tua yang lepas tangan adalah pola asuh terakhir. Biasanya orang tua seperti ini mempunyai waktu amat sedikit untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Mereka tidak akan memerintah atau mengiyakan apapun dari anaknya. Semua terserah anaknya karena mereka tidak terlibat apapun atau bahkan mengabaikan akan. Kalimat yang sering diucapkan orang tua model ini seperti, “Terserah, pokoknya saya tidak mau tahu!” atau, “Mengapa ibu harus peduli?”

            Akibat dari orang tua yang berlepas tangan karena tidak memiliki banyak waktu dengan anak adalah seperti pada halnya pada pola asuh permisif. Anak akan mempunyai perilaku seenaknya, bebas sebebas-bebasnya, bahkan lebih parah lagi yakni bermasalah pada perilakunya di kehidupan sosial.
 

My Blog List

Term of Use

PAUD AMANAH BUNDA LAWANG Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino