Tanpa disadari, pola
asuh kita terhadap anak akan sangat berpengaruh pada mentalitas dan cara
pandang kehidupan anak itu sendiri. Bayangkan orang tua yang terlalu keras dan
sangat kaku menerapkan pola asuh sampai anaknya berpendapat saja tidak berani
mengucapkannya. Atau orang tua yang terlalu sayangnya hingga memanjakan anaknya
sampai orang tuanya tidak mau sama sekali berkonflik dengannya. Nah, beberapa
pola asuh tersebut langsung bisa kita ketahui ujungnya. Bagaimana dengan kita?
Menurut Diana Baumrind dalam Effective Parenting during the Early Adolescent Transition membagi
pola asuh menjadi 4 bagian, yakni permisif, otoriter, demokrasi, dan lepas
tangan. Keempatnya memiliki pola asuh yang khas dan bisa berakibat pada
kebebasan atau kontrol pada anak yang berlainan.
Pola permisif yaitu pola asuh orang tua yang berusaha
untuk sama sekali meniadakan hukuman, menerima apapun keinginan anak, selalu
membenarkan cara anak meski meledak-ledak, mengiyakan hasrat anak, dan aksi
mereka. Orang tua seperti ini sangat hangat pada anak-anaknya tetapi tidak
pernah memerintah. Mereka sangat memanjakan dan pasif dalam pola asuh, dan
orang tua seperti ini sangat percaya bahwa untuk mewujudkan kasih sayang mereka
adalah melalui harapan yang membahagiakan pada anak.
Orang tua permisif tidak suka mengatakan ketidakpuasan
pada anak-anak mereka. Dan hasilnya, anak-anak akan melakukan apapun
sebebas-bebasnya tanpa kontrol dari orang tua. Anak-anak bisa dengan sesukanya
memilih keputusan apapun yang mereka inginkan tanpa masukan dari orang tuanya.
Akibat dari pola asuh seperti ini adalah anak-anak yang kurang dapat
mengendalikan egonya dan seenaknya sendiri.
Pola asuh kedua adalah otoriter. Orang tua semacam ini
sangat ketat mengontrol anak. Mereka mengagungkan kedisiplinan, menggunakan
hukuman, dan selalu menyuruh anak-anak untuk taat pada perintah yang mereka
buat. Pokoknya semua perkataan orang tua harus dituruti karena ada konsekuensi
yang mereka terapkan jika anak membantah dan tidak patuh.
Orang tua otoriter tidak perlu mendiskusikan
apapun tentang peraturan yang berlaku di rumah. Karena yang penting, semua yang
mereka perintahkan harus dipatuhi anak. Orang tua semacam ini juga percaya
bahwa anak-anak harus menerima, tanpa membantah sedikitpun, aturan dan perintah
yang mereka buat. Pada kenyataannya, anak-anak dengan orang tua semacam ini
akan menghasilkan dua sikap berbeda anak, terutama jika berada di luar
lingkungan rumah. Pertama, kemungkinan anak akan menjadi pemberontak, dia akan
merasa sangat bebas ketika tidak berada di dalam rumahnya sehingga terhindar
dari tekanan-tekanan yang membelenggunya. Lalu bisa jadi menghasilkan sifat
agresif. Sedangkan yang kedua, kemungkinan anak tidak dapat mandiri dan tidak
punya inisiatif. Seringnya perintah dan perlakuan keras orang tua membuat anak
seolah takut melakukan apapun karena ada konsekuensi baginya jika salah dalam
melakukan sesuatu. Akhirnya anak hanya pasif dan tak akan melakukan apapun
sebelum diperintah terlebih dahulu.
Orang tua demokrasi mencoba
memberikan kebebasan pada anak tetapi dalam batas-batas dan kendali. Mereka
tidak akan langsung bicara, “Pokoknya ibu sudah katakan seperti itu, harus
tetap dilaksanakan!” tapi mereka mendengarkan alasan dalam sudut pandang dan
alasan yang dibuat anak, “Ibu memberimu waktu lima menit, sesudah itu kamu harus
melaksanakannya.”
Orang tua tipe ini mau untuk diajak
berdiskusi dengan anak-anak, menyepakati bersama aturan, dan menerapkan aturan
sesuai dengan kesepakatan yang sudah diketahui bersama dengan anak-anak.
Sehingga anak-anak akan belajar pula tentang tanggung jawab karena mereka
mengetahui sebelumnya konsekuensi apa yang akan diperoleh jika melakukan atau
tidak melakukan ini dan itu.
Orang tua yang lepas
tangan adalah pola asuh terakhir. Biasanya orang tua seperti ini mempunyai
waktu amat sedikit untuk berinteraksi dengan anak-anaknya. Mereka tidak akan
memerintah atau mengiyakan apapun dari anaknya. Semua terserah anaknya karena
mereka tidak terlibat apapun atau bahkan mengabaikan akan. Kalimat yang sering
diucapkan orang tua model ini seperti, “Terserah, pokoknya saya tidak mau
tahu!” atau, “Mengapa ibu harus peduli?”
Akibat dari orang tua yang berlepas tangan karena tidak
memiliki banyak waktu dengan anak adalah seperti pada halnya pada pola asuh
permisif. Anak akan mempunyai perilaku seenaknya, bebas sebebas-bebasnya,
bahkan lebih parah lagi yakni bermasalah pada perilakunya di kehidupan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar